Saturday, December 21, 2019

[Artikel] Kiat Menulis Review Anime dari Lunatic Moe



Buat Anda sekalian yang pernah mampir di Lunatic Moe mungkin pernah membaca setidak-tidaknya 1 review. Bisa jadi ada di antara Anda yang penasaran, "Kok bisa ya nulis review kayak begini?" dan ingin menulis hal serupa.

Berangkat dari pengalaman pribadi dan pengamatan terhadap website review-review lain, saya memformulasikan poin-poin yang perlu diperhatikan dalam penulisan sebuah review anime.

Perlu dicatat, ini BUKAN patokan baku yang harus diikuti 100%. Di sini saya hanya sekedar sharing, bukan menghakimi.



1. Niat!

Saya nggak bercanda untuk poin paling pertama ini. Niat adalah hal yang paling penting dan krusial jika Anda ingin membuat review (apapun!).

Jika tidak ada niatan yang penuh, kemungkinan ada 2 hal yang akan terjadi. Pertama, Anda nggak jadi nulis. Kedua, Anda copy-paste tanpa izin dan menaruhnya begitu aja (mungkin dengan modifikasi dikit-dikit) di website yang Anda punya. Kalo tinggal copas, ngapain menamakan website Anda sebagai website review?


2. Tentukan Struktur!

Setelah ada niatan menulis, maka yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah wujud tulisan Anda. Saya mengamati ada 3 macam struktur/format review anime yang biasa ditemui di internet.

a. Format Elemen

Formatnya adalah dengan memisahkan elemen-elemen suatu anime (visual, suara, plot, enjoyment, dll) menjadi sub-bagian tersendiri dalam review. Kalo Anda menginginkan contoh yang konsisten (rajin nulisnya) dan banyak (contoh review-nya berlimpah), blog ini bisa jadi panutan.

Kelebihan:
  • Paling mudah diikuti untuk Anda yang baru membuat review, karena memaksa Anda berfokus pada elemen-elemen di anime yang akan anda ulas sehingga ketidaktelitian sewaktu menonton bisa diminimalisir.
  • Paling rapi strukturnya di antara 3 format yang ada.
Kelemahan:
  • Nggak fleksibel alias kaku. Bagi Anda yang suka menulis secara lebih fluid atau mengalir, saya sarankan menjauhlah dari format ini.
  • Jika Anda termasuk orang yang bisa fokus ke satu elemen tetapi nggak untuk elemen lain (misal, lebih sanggup menganalisis plot daripada teknik visual), satu sub-bagian bisa menjadi panjang, sementara yang lainnya mungkin cuma sedikit.

b. Format Esai

Format ini bisa berupa paragraf demi paragraf yang disusun tanpa terbagi-bagi menjadi sub-bagian. Ada juga review yang membaginya ke beberapa sub-bagian, hanya saja bukan membaginya ke dalam elemen-elemen. Biasanya dipotong-potong sesuka penulisnya dengan menambahkan sub-judul unik untuk sub-bagian tertentu.

Review-review di Jurnal Otaku Indonesia (JOI) dan KAORI Nusantara kebanyakan menggunakan format ini. Untuk reviewer independen, blog ini bisa dijadikan contoh.

Kelebihan:
  • Fleksibel BANGET! Anda mau mulai dengan menceritakan sedikit awal plot? Boleh. Atau awalnya ngelantur menceritakan gimana bisa ketemu anime tersebut? Silakan. Tiba-tiba ngebahas karakter yang Anda suka? Monggo. Mendadak setelahya ngebahas musik latarnya karena sesuai dengan karakter tersebut! Boleh banget! Kemudian Anda menghubungkannya dengan filosofi eksistensialisme? Amat sangat boleh sekali tentunya!
Kelemahan:
  • Fleksibilitas tersebut seperti pedang bermata dua. Kalo Anda belum terbiasa menulis esai baik untuk review maupun hal-hal lain, Anda bisa terus ngelantur tentang satu hal tertentu. Setelahnya merasa udah kepanjangan, kemudian menyudahi review dengan masih melewatkan hal-hal lainnya.
  • Jika pembaca cuma ingin mencari referensi secara cepat dan bukan berniat bener-bener pengen tahu pendapat si penulis tentang suatu anime, review dengan format ini biasanya akan di-skip karena pembaca dihadapkan dengan wall of text yang nggak bisa dibaca kilat (mungkin cuma skornya yang diliat, kalo ada).

c. Format Expanded Pros/Cons

Ini dia format yang digunakan di Lunatic Moe. 

Awalnya sih... nggak. Dua review pertama saya (Chuu2Koi dan Kokoro Connect) lebih ke arah modified essay karena saya ingin membuat awal dan akhir review itu terstruktur (sehingga tau kapan harus mulai dan selesai) tapi masih ingin bebas di tengah-tengah.

Mulai review Hyouka dan Acchi Kocchi-lah expanded pros/cons ini keliatan wujudnya dan keterusan saya pake sejak Kamisama no Inai Nichiyoubi hingga sekarang. Kenapa? Karena...

Kelebihan:
  • Compromise antara format elemen dan esai. Masih fleksibel karena struktur bukan harga mati yang harus diikuti di tiap review, tetapi juga nggak kelewat bebas sehingga meminimalkan kecenderungan untuk ngelantur di tengah-tengah.
  • Poin-poin kelebihan dan kekurangan di setiap review hampir tidak mungkin sama persis sehingga menghilangkan kesan kaku.
  • Lebih akurat dan spesifik dalam mendeskripsikan apa yang penulis (contohnya, saya) rasakan tentang apa yang "nendang" dari suatu anime. Misalnya, yang berkesan bagi Anda adalah pewarnaan dan desain karakter. Dengan format ini, Anda bisa memisahnya menjadi bagian "Coloring/Pewarnaan" dan "Character Design/Desain Karakter" lalu mengulas kedua hal tersebut secara lebih detail dibanding mencampuradukkannya ke dalam bagian "Visual" yang, mungkin, akan membatasi kata-kata Anda karena Anda juga harus membahas aspek-aspek lain dalam hal visual.
Kelemahan:
  • Seandainya hal-hal yang plus dan minus dirasa cuma sedikit, maka yang bisa ditulis pun juga sedikit. 


3. Bukan Retelling!

Ingat, review/ulasan adalah sebuah PENILAIAN. Jadi, jangan menceritakan puanjaaaang lebar tentang cerita, apalagi sampai membocorkan gimana tamatnya (karena ini namanya ngajak berantem #plak). Cukup sinopsis singkatnya aja kemudian lanjutkan fokus ke aspek-aspek yang akan Anda jadikan dasar penilaian. Sedikit retelling masih nggak apa-apa, selama plot point yang anda ceritakan ulang memang sungguh suatu sumber kegregetan yang hakiki pada ceritanya.

JANGAN LUPA, jika mau nggak mau harus sedikit retelling, tandai bagian tersebut sebagai Spoiler!


4. Elaborate!

Di sini, satu kata kuncinya: DETAIL.

Jika ada suatu aspek dalam anime yang membuat Anda tertarik sehingga Anda menganggapnya suatu faktor yang baik atau buruk dari anime tersebut, jangan cuma bilang, "Animasinya jelek," atau, "Ceritanya seru." 

Tetapi! 

JABARKAN lebih jauh KENAPA Anda bisa mengatakan aspek tersebut bagus atau jelek di mata Anda.

Apakah animasinya lancar mengalir halus atau patah-patah di titik tertentu? 
Warna-warni yang digunakan mendukung atau malah menghancurkan atmosfer cerita? 
Desain karakternya imut-imut bikin gemes atau anatominya sesekali ngawur? 
Penggunaan musiknya tepat guna sesuai adegan atau malah merusak mood cerita? 
Melodi soundtrack-nya gampang nyangkut di kepala atau didenger 10 kali tetep nggak inget nadanya? 
Character arc-nya menggugah secara emosional atau perkembangannya nggak logis? 
Plotnya nge-twist abis dan bikin Anda terkejoed terkaget-kaget atau malah ambyar berantakan nggak masuk akal? 

Masih buanyaaaaaak lagi penjabaran-penjabaran yang bisa bikin review anime Anda terasa lebih penuh.

Oh ya, jangan khawatir tentang aspek-aspek teknis kalo Anda memang baru mulai mencoba menulis review anime. Ke depannya, semakin banyak Anda mengonsumsi anime, (mudah-mudahan) Anda akan semakin tertarik melakukan riset lebih lanjut tentang aspek-aspek teknis tersebut.


5. Gaya Penulisan!

Anda ingin menulis review anime seperti apa menurut standar bahasa? Dengan bahasa baku? Atau bahasa gaul? Terserah Anda. Dicampur pun boleh. Nggak ada yang bener atau salah di sini, yang penting Anda ngerasa enak nulisnya. 

Kemudian... konsistenlah dengan gaya penulisan tersebut. Jangan di satu review Anda nulis dengan kata ganti gue-elo dan banyak slang ala people jaman now, eh di review berikutnya Anda nulis review kayak pidato kenegaraan presiden Jokowi di hadapan para anggota MPR. 

Dan yang penting, teruslah menulis review. Lama-lama Anda akan ketemu sendiri style tersendiri yang unik dan nggak bisa ditiru orang lain baik secara diksi, kosakata, tata bahasa, dan lainnya.


6. Tampil Profesional!

Ini bukan berarti Anda harus menjadikan menulis review sebagai profesi Anda. Nggak.

Yang saya maksud adalah, bagaimana review anime yang Anda tulis sanggup memberi kesan kalo tulisan tersebut sudah ditelaah dan dibedah secara mendalam. Di sini saya kasih beberapa trik supaya review anime keliatan profesional:
  • Sebut track record. Entah track record studio, director, penulis skenario, pengisi suara, dan lain-lain. Misal: "Anime ini diproduksi oleh studio XYZ yang, seperti kita tahu, seringkali memproduksi anime dengan animasi yang nggak perlu diragukan keindahannya (kasih beberapa contoh hasil produksinya)," atau, "Karakter ABC di sini diisi oleh seiyuu veteran DEF yang selalu sukses membawakan suara karakter dedek-dedek lucu gemesin bikin meleleh (sebutin beberapa karakternya)."
  • Bandingkan dengan yang sepadan. Misalnya, membandingkan animasi pada anime tahun 1999 dengan anime tahun 2019. Tolong jangan kayak gitu. Yang demikian perbandingannya nggak fair karena teknologi animasinya beda jauh. Atau, Anda menggunakan standar penilaian untuk anime action untuk menilai anime romance. Nggak mungkin tepat sasaran kalo demikian.
  • Proofreading. Baca ulang lagi review Anda sebelum di-publish. Koreksi kalo masih ada yang salah seperti salah ketik, penempatan kata-kata yang kebolak-balik sehingga bikin bingung, kata-kata yang kebanyakan diulang, dan kesalahan-kesalahan kecil lain.


7. Tepat Sasaran!

Dalam menulis review anime, alangkah baiknya jika Anda benar-benar fokus akan animenya dan bukan faktor-faktor di luar anime.

Inget, para pembaca hanya pengen tau penilaian Anda tentang suatu anime. Pembaca yang demikian nggak mau tau kritikan maupun pandangan Anda tentang fanbase anime tadi. Jangan pula mengkritisi hype akan suatu anime, karena antusiasme orang lain terhadap anime tersebut nggak ada pengaruhnya sama plot, karakter, visual, musik, dan aspek-aspek internalnya.


8. Skor/Nilai!

Sangat dianjurkan untuk menaruh nilai suatu serial anime pada (biasanya) akhir review. Kenapa? Penilaian tersebut bisa menjadi patokan bagaimana seorang reviewer secara personal memandang level kualitas anime yang diulas. Apakah menurutnya bagus banget, lumayan, biasa, atau malah jelek, semuanya bisa dilihat pada nilai yang diberikan.

Seandainya Anda kesulitan memberikan penilaian secara numerik, maka grade dengan alfabet (A s/d F) atau bintang (1 - 5 bintang) juga nggak menjadi masalah untuk diberikan. Yang penting adalah, pembacanya bisa tahu standar Anda dalam menilai suatu anime.


9. Subjektivitas!

Tidak ada, sekali lagi, TIDAK ADA yang namanya review yang 100% objektif. 

Setiap ulasan (apapun itu) SELALU disusupi subjektivitas penulisnya. Kenapa? Simpel, karena manusia itu beda-beda! Setiap anime akan dikonsumsi oleh manusia-manusia dengan kapabilitas kognitif yang berbeda-beda, sehingga mau nggak mau akan ada penulis yang menangkap suatu tema/simbolisme/filosofi/logika plot dalam cerita, sementara penulis lainnya nggak. And that is perfectly okay!

Faktor selera juga berpengaruh banget dalam penulisan review. Desain karakter pada anime A bisa jadi saya suka, tetapi nggak dengan Anda. Anda suka background music di anime B, mungkin saya malah eneg dengernya. Plot twist yang gokil banget buat kita, eh... dia bilang amburadul. Karena itulah, jangan pernah ragu untuk mengatakan suka/nggak suka akan suatu aspek dalam anime selama, itu tadi, DIJABARKAN alasannya. 

Tetapi! 

Jangan jadikan ini sebagai alasan untuk ngejelek-jelekin suatu anime secara kurang ajar. Seandainya ada satu atau beberapa aspek yang nggak Anda sukai, saya rekomendasikan untuk mengatakan, "Mungkin cocok buat Anda, tetapi nggak bagi saya." (dan silakan dipoles lagi supaya terasa lebih sopan buat Anda)






Dan... selesai!

Segitu aja tips dari saya selaku administrator tunggal Lunatic Moe tentang beberapa faktor yang sebaiknya Anda perhatikan dalam penulisan review anime. Mudah-mudahan bisa membantu Anda sekalian. (≧∀≦)

***

5 comments:

  1. luar biasa kakak kiatnya mantap

    ReplyDelete
  2. 7 tahun saya ngikutin nih web, akhirnya dikasih juga tips n trik menulis reviewnya. Makasih buanyak yah bang Daniel!!!

    ReplyDelete
  3. Bang masih on kagak

    ReplyDelete